Header Ads

Selamat Datang di Blog BELAJAR BERSAMA PAK NDIN - 3M : 1) Memakai masker, 2) Mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, 3). Menjaga Jarak

Dasar Negara & Norma


 

Gagasan Perumusan Dasar Negara

Selaku ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), dr.Radjiman Wedyodiningrat dari mulai sidang mengajukan suatu masalah sebagai agenda utamanya. Masalah tersebut merupakan hal penting dan mendasar dalam suatu negara yang baru terbentuk. Dalam sidang BPUPK tersebut, proses perumusan dasar negara Indonesia dimulai. Pada pembicaraan rumusan calon dasar negara majulah beberapa orang pembicara dalam sidang tersebut, diantaranya Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno untuk memaparkan gagasannya. Gagasan tersebut kemudian dimusyawarahkan dan disepakati hingga akhirnya bernama Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia merdeka. Gagasan dari ketiga tokoh tersebut dijabarkan dalam uraian berikut ini.

a) Mr. Muhammad Yamin


Pada pelaksanaan sidang pertama BPUPK tanggal 29 Mei 1945, peristiwa ini menjadi tonggak sejarah karena pada saat itu yang mendapat kesempatan pertama berbicara adalah Mr. Muhammad Yamin untuk menyampaikan mengenai buah pikirannya tentang dasar negara. Pidatonya berisi lima asas dasar negara Indonesia Merdeka, yaitu:

(1) Peri Kebangsaan.

(2) Peri Kemanusiaan.

(3) Peri Ketuhanan.

(4) Peri Kerakyatan.

(5) Kesejahteraan Rakyat.


b) Prof. Dr. Mr. Soepomo


Selanjutnya tampil Prof. Dr. Mr. Soepomo berpidato di hadapan sidang BPUPK pada tanggal 31 Mei 1945. Dalam pidatonya beliau menyampaikan usulan tentang dasar negara Indonesia merdeka yang terdiri dari lima gagasan:

(1) Persatuan

(2) Kekeluargaan

(3) Keseimbangan lahir batin

(4) Musyawarah

(5) Keadilan rakyat


c) Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Di hadapan sidang BPUPK, Ir. Soekarno menyampaikan pandangan dan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Usulan secara lisan berupa lima asas yang diajukan dalam pidatonya sebagai bentuk dasar negara Indonesia. Adapun rumusan dasar negara tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia.

(2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan.

(3) Mufakat atau Demokrasi.

(4) Kesejahteraan sosial.

(5) Ketuhanan yang berkebudayaan.


Ir. Soekarno mengatakan bahwa saran dari salah seorang ahli bahasa, lima asas di atas diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Istilah “Pancasila” sebagai dasar negara tersebut diterima oleh sidang secara penuh. Selanjutnya, beliau mengungkapkan usulan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas lagi menjadi Tri Sila yang rumusannya:

(1) Sosio Nasionalisme, yaitu Nasionalisme dan Internasionalisme.

(2) Sosio Demokrasi, yaitu Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat.

(3) Ketuhanan Yang Maha Esa.


Kemudian, Ir. Soekarno menyampaikan kembali bahwa Tri Sila tersebut masih dapat diperas lagi menjadi Eka Sila atau satu sila yang intinya adalah “gotong-royong”.


Nilai Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila

Perjuangan untuk merebut kemerdekaan tidak sekadar bersama-sama melakukan perlawanan terhadap penjajah. Kebersamaan dalam proses musyawarah yang dilakukan oleh para bapak bangsa (the Founding Fathers) dalam merumuskan dasar negara juga merupakan salah satu bentuk perjuangan melepaskan diri dari tangan penjajah. Ketika semangat kemerdekaan rakyat Indonesia sedang memuncak, proses perumusan dasar negara yang dilakukan demi menuju kemerdekaan adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi. 

Perjuangan yang dilakukan oleh para bapak bangsa dalam proses perumusan dasar negara tidaklah semudah yang dibayangkan. Dalam proses tersebut bermunculan banyak sekali pendapat yang diajukan mengenai rumusan dasar negara. Tiga orang tokoh; Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno merupakan bagian dari para bapak bangsa yang mengemukakan gagasan dan pendapatnya mengenai rumusan dasar negara Indonesia merdeka. Namun, dalam menghasilkan suatu keputusan sidang tidak semua pendapat harus diterima. Akhirnya setelah melalui proses sidang musyawarah yang panjang, maka disepakati rumusan dasar negara bernama Pancasila yang dapat kita kenali hingga saat ini.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dibilang bahwa nilai perjuangan dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara pasti dilandasi dengan kepentingan bangsa dalam semangat kebersamaan yang tinggi. Nilai juang dalam semangat kebersamaan tersebut tertuang sebagai berikut:

1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Semangat anti penjajah dan penjajahan.

3. Harga diri yang tinggi sebagai bangsa yang merdeka.

4. Semangat persatuan dan kesatuan.

5. Setia kawan, senasib sepenanggungan, dan kebersamaan.

6. Jiwa dan semangat merdeka.

7. Semangat perjuangan yang tinggi.

8. Pantang mundur dan tidak kenal menyerah.

9. Ulet dan tabah menghadapi segala macam, tantangan, hambatan, dan gangguan.

10. Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan negara.

11. Cinta tanah air dan bangsa.

12. Tanpa pamrih dan banyak bekerja.

13. Disiplin yang tinggi.

14. Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya.

Landasan perjuangan bangsa Indonesia termaktub dalam nilai-nilai tersebut yang menjadi bagian dalam merumuskan dasar negara kita Pancasila. Selain itu, para bapak bangsa dan rakyat Indonesia pada waktu itu telah mendalami nilainilai tersebut sehingga menyatu dalam diri. Keputusan yang diambil dan disepakatidalam proses perumusan dasar negara pada saat itu merupakan keputusan terbaik yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Berdasarkan nilai-nilai itulah, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia dapat dipertahankan hingga sekarang.

Penerapan Nilai-nilai Juang para Pahlawan dalam Kehidupan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Cara terbaik untuk menghargai jasa para pahlawan adalah dengan meneladani nilai-nilai perjuangan yang dilakukannya. Para tokoh yang terlibat dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah para pahlawan bangsa. Sudah sepantasnya kita menghargai jasa mereka, karena berkat usaha mereka bangsa kita mempunyai dasar negara yang dinilai paling baik jika dibandingkan dengan bangsa lainnya.

Nilai-nilai perjuangan mereka patut kita teladani dengan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, serta bangsa dan negara. Berikut ini dipaparkan beberapa contoh perilaku yang menunjukkan sikap meneladani nilai-nilai juang para pahlawan dalam kehidupan sehari-hari.

1. Dalam kehidupan di lingkungan keluarga

a. Membuka diri untuk menerima masukan dari anggota keluarga yang lain.

b. Selalu menonton tayangan televisi yang memberikan kesempatan untuk memperluas cakrawala berpikir seperti menonton berita.

c. Terbiasa dialog dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain serta pembantu rumah tangga.

d. Menghargai hak anggota keluarga lainnya.

e. Menerima pendapat yang dikemukakan oleh adik atau kakak, jika pendapat tersebut banyak mengandung manfaat bagi kehidupan.

f. Beribadah tepat pada waktunya.

2. Dalam kehidupan di lingkungan sekolah

a. Menghargai hasil karya teman.

b. Tidak memaksakan kehendak kepada teman.

c. Terbiasa berdialog dengan guru dan warga sekolah lainnya.

d. Tidak pandang bulu dalam bergaul.

e. Berani menegur teman yang berbuat tidak baik.

f. Memberikan kesempatan kepada teman untuk menyampaikan pendapatnya.

3. Dalam kehidupan di lingkungan masyarakat

a. Bersedia menerima masukan dari orang lain.

b. Ikut serta dalam kegiatan gotong royong.

c. Senantiasa terbuka terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakatnya.

d. Memanfaatkan teknologi untuk kepentingan masyarakat.

e. Mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan setiap persoalan.

f. Menolong orang lain yang sedang tertimpa musibah atau kesulitan.

4. Dalam kehidupan di lingkungan berbangsa dan bernegara

a. Bekerjasama dengan bangsa lain.

b. Melakukan kegiatan yang dapat mengharumkan nama bangsa.

c. Berbuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Mencintai produk dalam negeri.

e. Turut membela tanah air jika ada ancaman.

f. Tidak merusak sarana atau fasilitas umum/negara.

1. Perubahan Piagam Jakarta sebagai Bentuk Kebersamaan dalam Proses Perumusan Pancasila.

Piagam Jakarta merupakan hasil keputusan bersama para tokoh dalam Panitia Sembilan yang dipimpin oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945. Pada Piagam Jakarta terutama pada alenia keempat tercantum rumusan dasar negara yang telah disusun secara bersama. Dengan demikian, rumusan dasar negara Republik Indonesia bukan diambil dari pendapat yang dikemukakan oleh Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo atau Ir. Soekarno, akan tetapi merupakan hasil musyawarah para tokoh bangsa yang tergabung dalam Panitia Sembilan. Pendapat yang dikemukakan oleh Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo, atau Ir. Soekarno hanyalah sebuah gagasan yang harus dirumuskan kembali untuk menjadi sebuah keputusan. Pada akhirnya ketiga tokoh tersebut sepakat dengan rumusan dasar negara yang tercantum dalam Piagam Jakarta alinea keempat yang menyatakan:

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Pada perkembangan selanjutnya, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibubarkan oleh Jepang dan diteruskan perannya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dibantu oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Sehari setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI menyelenggarakan sidang untuk yang pertama kali.

Dalam sidang tersebut, PPKI akan menjadikan Piagam Jakarta sebagai bahan untuk menyusun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi pada sebelum rencana tersebut disahkan, para peserta sidang mendengar informasi dari utusan Bala Tentara Jepang, bahwa sebagian daerah di kawasan Indonesia bagian timur yang tidak beragama Islam akan memisahkan diri, kalau Piagam Jakarta disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Setelah mendengar kabar tersebut, Ir. Soekarno selaku pimpinan sidang segera mengambil tindakan untuk menjaga keutuhan negara yang baru sehari merdeka. Sidang PPKI pun ditunda beberapa saat. Kemudian, Ir. Soekarno menugaskan Drs. Mohammad Hatta merundingkan hal itu dengan para tokoh dari kawasan Indonesia Timur. Drs. Mohammad Hatta kemudian berkonsultasi dengan tokoh-tokoh yang lain diantaranya AA Maramis, Teuku Muhammad Hasan, Kasman Singodimejo dan Ki Bagus Hadikusumo. Setelah berkonsultasi, Drs. Muhammad Hatta segera melakukan beberapaperubahan pada Piagam Jakarta terutama pada rumusan dasar negara yang tercantum dalam alenia keempat. Perubahan rumusan dasar negara yang dilakukan dengan merubah isi sila pertama yaitu Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, setelah dilakukan perubahan rumusan dasar negara menjadi:

a. Ketuhanan Yang Maha Esa

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab

c. Persatuan Indonesia

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian Drs. Mohammad Hatta melaporkan hasil perubahan tersebut kepada seluruh peserta sidang PPKI. Seluruh peserta sidang menerima perubahan tersebut. Peserta sidang dari kalangan umat Islam juga menyetujui perubahan tersebut sebagai wujud toleransi mereka. Seluruh peserta sidang menyadari pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Pada akhirnya Ir. Soekarno selaku pimpinan sidang segara menetapkan perubahan Piagam Jakarta yang dilakukan oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai suatu keputusan. Dengan demikian, mulai tanggal 18 Agustus 1945 negara kita sudah memberlakukan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalam bagian pembukaannya tercantum rumusan dasar negara. Hal ini berarti bahwa secara langsung Pancasila berlaku mulai saat itu sampai sekarang.

2. Sikap Para Bapak Bangsa (the Founding Fathers) dalam Merumuskan Pancasila

Piagam Jakarta disusun oleh tokoh-tokoh terbaik yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Mereka merupakan para negarawan. Sebagai seorang negarawan mereka selalu menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji dalam segala hal. Sikap dan perilaku tersebut mereka tampilkan pada saat perumusan Pancasila sebagai dasar negara. Berikut ini beberapa contoh sikap yang ditampilkan oleh para tokoh pendiri negara pada saat merumuskan Pancasila:

a. Menghargai perbedaan pendapat

Pada saat musyawarah perumusan Pancasila banyak sekali tokoh yang mengemukakan gagasannya mengenai rumusan dasar negara tersebut, diantaranya Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Mereka masing-masing mengemukakan gagasan yang cemerlang. Akan tetapi meskipun demikian pendapat tersebut tidak semuanya dapat dijadikan keputusan. Kondisi tersebut tidak membuat para tokoh berlomba-lomba untuk mempengaruhi peserta musyawarah yang lain untuk memilih pendapat yang dikemukakannya, namun mereka justru mendorong tokoh yang lainnya untuk mengemukakan gagasan yang lain. Mereka juga tidak memaksakan pendapatnya kepada yang lain.

Sikap yang ditampilkan para tokoh tersebut menunjukkan bahwa mereka menghargai perbedaan pendapat. Mereka menganggap perbedaan pendapat sebagai keuntungan bagi bangsa Indonesia. Mereka kemudian mencari titik persamaan diantara perbedaan pendapat tersebut dengan selalu berlandaskan kepada kepentingan bangsa dan negara.

b. Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara

Para tokoh yang ikut merumuskan Pancasila tidak hanya berasal dari satu golongan saja. Mereka berasal dari berbagai golongan. Agama dan suku bangsa mereka juga berbeda. Akan tetapi mereka ikut serta dalam proses perumusan Pancasila dengan tujuan utama memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara. Mereka mengesampingkan kepentingan golongannya.

Hal tersebut bisa kita lihat ketika para anggota PPKI dari kalangan umat Islam menerima perubahan isi sila pertama Pancasila. Mereka tidak ngotot mempertahankan isi sila yang tercantum dalam rumusan Piagam Jakarta, akan tetapi mereka sadar bahwa kepentingan bangsalah yang harus diutamakan.

c. Menerima hasil keputusan bersama

Tokoh-tokoh pendiri negara yang tergabung dalam PPKI pada saat merumuskan perubahan Piagam Jakarta memberi teladan dalam menerima keputusan bersama. Pada saat itu PPKI menerima masukan agar rumusan dasar negara pada Piagam Jakarta diubah. Seluruh anggota PPKI tidak nenolak masukan tersebut. Para anggota PPKI bermusyawarah untuk mencari jalan keluar yang terbaik demi keutuhan bangsa dan negara Indonesia. Pada akhirnya, para anggota PPKI berhasil mencapai kesepakatan. Perubahan Piagam Jakarta disetujui sebagai keputusan bersama. Keputusan tersebut bukanlah keputusan perseorangan, namun merupakan keputusan yang telah dipertimbangkan secara matang. Semua anggota PPKI menerima dan melaksanakan keputusan tersebut secara ikhlas dan bertanggung jawab.

d. Mengutamakan persatuan dan kesatuan

Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara dilakukan melalui proses musyawarah untuk mufakat dalam sidang BPUPKI. Pada sidang tersebut, semua anggota BPUPKI diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasannya mengenai rumusan dasar negara, kemudian dibahas dan didiskusikan bersama. Dengan demikian dalam persidangan tersebut muncul perbedaan pendapat, akan tetapi meskipun demikian mereka tetap mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.

Perubahan Piagam Jakarta dilakukan untuk mencegah perpecahan. Demi persatuan dan kesatuan isi sila pertama Pancasila yang terdapat dalam rumusan Piagam Jakarta diubah dari Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. BPUPK, PPKI, dan Piagam Jakarta Pada akhir tahun 1944, Jepang terdesak oleh sekutu akibat kekalahannya dalam perang Asia-Pasifik. Berkaitan dengan hal itu, tepatnya pada tanggal 7 September 1944 di Kota Tokyo, Perdana Menteri Jepang, Koiso, mengumumkan dalam sidang istimewa Parlemen bahwa wilayah Hindia Timur (Indonesia) pada kemudian hari akan memperoleh kemerdekaan. Setelah janji kemerdekaan oleh pemerintah Jepang tersebut dan demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang hakiki, maka suatu dasar negara harus dibentuk. Dengan demikian, diperlukan semua hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan dalam suatu negara. Jepang lalu membentuk suatu lembaga persiapan kemerdekaan Indonesia dengan tujuan membahas hal tersebut termasuk penentuan dasar negara. Lembaga yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat tersebut adalah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam Bahasa Jepang disebut Dookoritsu Junbi Coosakai.

Selama sidang pertama BPUPK (29 Mei-1 Juni 1945) dalam pembah asan mengenai dasar negara, terdapat 33 orang pembicara dalam sidang itu. Setelah Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya, ada anjuran dari dr. Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPKI agar para anggota mengajukan usulnya secara tertulis. Paling lambat 20 Juni 1945 usulan tertulis tersebut harus sudah masuk. Maka, mengenai hal itu dibentuklahPanitia Kecil (Panitia Delapan) yang akan menampung usulan lain dan memeriksa rumusan dasar negara yang akan disusun. Anggota panitia ini terdiri atas delapan orang:

1. Ir. Soekarno (Ketua), dengan anggota-anggotanya terdiri atas:

2. Drs. Mohammad Hatta (anggota)

3. Mr. Muhammad Yamin (anggota)

4. K.H. Wahid Hasjim (anggota)

5. Ki Bagoes Hadikoesoemo (anggota)

6. M. Soetardjo Kartohadikoesoemo (anggota)

7. Rd. Otto Iskandardinata (anggota)

8. Mr. A.A. Maramis (anggota)

Hari Jumat, 22 Juni 1945 antara BPUPKI, Panitia Delapan, dan Tyuo Sangi In (Badan Penasihat Pemerintah Pusat Bala Tentara Jepang) mengadakan rapat gabungan dan dipimpin oleh Ir. Soekarno bertempat di sebuah rumah yang ditempati beliau dan merupakan hibah dari Faradj bin Said bin Awadh Martak di Jalan Pegangsaan Timur no. 56, Jakarta. Pada saat rapat disepakati bahwa Indonesia harus merdeka secepatnya menjadi sebuah negara hukum yang memiliki hukum dasar dan memuat dasar negara dalam pembukaannya. Untuk menuntaskan hukum dasar tersebut maka dibentuk Panitia Sembilan dengan keanggotaan berikut ini.

1. Ir. Soekarno (Ketua)

2. Drs. Mohammad Hatta (Anggota)

3. H. Agoes Salim (Anggota)

4. K.H. Wahid Hasjim (Anggota)

5. Mr. Muhammad Yamin Anggota)

6. Abdoel Kahar Moezakir (Anggota)

7. Abikoesno Tjokrosoejoso (Anggota)

8. Mr. Achmad Soebardjo (Anggota)

9. Mr. A.A. Maramis (Anggota)

Pada malam harinya di tanggal yang sama, Panitia Sembilan bersegera mengadakan rapat di rumah kediaman Ir. Soekarno. Selama pertemuan rapat berlangsung, sulit menemukan pemecahannya. Hal ini terjadi karena perbedaan pandangan dan pendapat antara golongan Islam dan nasionalis tentang rumusan dasar negara. Akhirnya, dalam Mukadimah (Pembukaan) Hukum Dasar disepakati agar mencantumkan rumusan dasar negara sebagai berikut:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut dasar.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian seluruh anggota Panitia Sembilan menandatangani Naskah Mukadimah yang dikenal dengan nama “Jakarta Charter” atau Piagam Jakarta. Selanjutnya, pada tanggal 10-17 Juli 1945, Mukadimah tersebut dibawa ke sidang BPUPKI dan disepakati pada tanggal 14 Juli 1945. Pada akhir sidang musyawarah tanggal 17 Juli 1945 rumusan Hukum Dasar dan Pernyataan Indonesia Merdeka berhasil diselesaikan. 

Pada perkembangan selanjutnya, kekalahan dialami Jepang dalam peperangannya melawan sekutu. Kemudian terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai oleh pemerintahan Jepang. Pada tanggal 8 Agustus 1945 demi kepentingan pembentukan panitia tersebut dan memenuhi panggilan Jenderal Besar Terauchi, Ir Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Widyodiningrat berangkat ke Saigon. Menurut Ir. Soekarno, Terauchi memberikan keputusan seperti:

Ir. Soekarno diangkat sebagai Ketua PPKI, Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua dan dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai anggota. Panitia persiapan sudah bisa bekerja pada tanggal 9 Agustus 1945 Cepat atau tidaknya pekerjaan panitia diserahkan sepenuhnya kepada panitia.

Setelah pertemuan di Saigon tersebut, terdapat dua peristiwa yang menjadi sejarah penting mengiringi proses kemerdekaan Republik Indonesia. Pertama, Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945. Kedua, pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya.

Sehari setelah proklamasi, 18 Agustus 1945, sidang dilaksanakan oleh PPKI untuk mengesahkan naskah Hukum Dasar Indonesia yang dikenal sekarang menjadi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD ‘45). UUD 1945 ini sendiri terdiri dari tiga bagian; yaitu Pembukaan, Batang Tubuh (berisi 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan) dan Penjelasan.

Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada alinea keempat tercantum rumusan Pancasila yang berbunyi sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Atas dasar itulah kata Pancasila telah menjadi istilah umum dan merupakan salah satu kosakata dalam Bahasa Indonesia. Meskipun dalam alinea terakhir Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah Pancasila, namun yang tersebut di dalamnya bermaksud dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila.


A. Hakikat Norma

1. Makna Norma

Secara etimologi, kata norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu “norm” yang artinya patokan, pokok kaidah, atau pedoman, baik tertulis maupun tidak tertulis. Secara sederhana, norma dapat diartikan sebagai kaidah atau ketentuan yang harus dipedomani oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupannya.

Beberapa ciri yang melekat pada norma yang ada dalam masyarakat setelah menyimak karekteristik yang dikemukakan di atas, diantaranya:

a. biasanya berbentuk tidak tertulis;

b. bersifat mengingat dan memiliki sanksi bagi anggota masyarakat yang melanggaranya;

c. merupakan hasil dari permufakatan para anggota masyarakat;

d. wajib dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat;

e. bersifat dinamis, artinya dapat mengalami perubahan sesuai perkembangan masyarakat.

2. Klasifikasi Norma

Terdapat beberapa norma yang berlaku di lingkungan masyarakat dilihat dari sumber dan sanksinya, antara lain:

a. Norma agama, adalah kaidah-kaidah atau pengaturan hidup yang dasar sumbernya dari wahyu Ilahi. Norma agama merupakan suatu aturan hidup yang harus diterima dari sang Kholik (pencipta) kepada manusia sebagai mahluk (yang diciptakaan) sebagai pedoman baik itu sebagai perintah, larangan atau anjuran lainnya. Norma ini dimaksudkan untuk mencapai kesucian hidup beriman dan sanksinya berasal dari yang maha kuasa. Contoh norma agama ini, diantaranya sebagai berikut:

1) Kewajiban melaksanakan beribadah.

2) Menjauhi larangan, seperti membunuh, mencaci, menyakiti diri sendiri dan orang lain, menghina, mencuri, memfitnah, berjudi, meminum-minuman keras, menipu, dan sebagainya.

3) Melaksanakan anjuran, seperti berbagi harta berupa sumbangan,

membantu fakir miskin, memelihara tali persaudaraan, memelihara

lingkungan, dan lainnya, tidak membantah terhadap orang tua, dan

sebagainya.

b. Norma Kesusilaan, yaitu norma yang lahir dari hati nurani manusia.

Setiap manusia memiliki hati nurani yang merupakan pembeda dari mahluk-mahluk lain ciptaan yang Maha Kuasa. Norma kesusilaan ini sama dengan moral atau akhlak. Norma ini lahir untuk menjaga kesucian atau kebersihan hati nurani serta akhlaq. Adapun sanksinya bagi pelanggar adalah berupa sanksi moral yang lahir dari hati nurani itu sendiri, biasanya berupa penyesalan. Di antara norma kesusilaan yang nampak dalam kehidupan masyarakat, antara lain:

1) kita harus berlaku jujur;

2) jangan membuat kegaduhan dalam kehidupan masyarakat;

3) tidak melakukan penipuan;

4) jauhi sifat bohong terhadap diri sendiri atau orang lain;

5) menghargai dan menghormati orang lain;

6) berlaku adil dan berbuat baik terhadap sesama;

7) berlaku jujur dan benar, dan lainnya.

c. Norma Kesopanan, yaitu ketentuan yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan. Norma ini biasanya berupa kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.Contoh norma ini, di antaranya sebagai berikut:

1) Bertutur kata yang sopan dengan tidak menyakiti yang lain.

2) Memohon izin untuk memasuki rumah orang lain.

3) Menghormati orang tua.

4) Memberikan kesempatan untuk duduk kepada orang tua, atau orang sakit, dan lainnya ketika di kendaraan umum.

5) Menghormati guru dan lainnya.

d. Norma Hukum, merupakan ketentuan yang dibuat atau ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang membuat ketentuan tersebut.

Norma hukum dibuat untuk mengatur pergaulan manusia untuk mencapai ketertiban dan kedamaian. Setiap manusia dipaksa untuk mematuhi norma hukum, serta diancam diberikan sanksi/hukuman apabila melanggar norma tersebut. Contoh norma ini, di antaranya sebagai berikut:

1) Melakukan penganiayaan kepada orang lain diancam hukuman terdapat dalam KUHP.

2) Melakukan penipuan dalam proses jual beli, apapun barang dan jenisnya diancam dalam KUHP.

3) Pembunuh diancam dengan hukuman yang sesuai yang terdapat dalam KUHP dan sebagainya.


B. Hak Asasi Manusia

1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Secara harfiah yang dimaksud dengan HAM (Human Rights) adalah hak pokok atau hak dasar. Darmodihardjo dalam Kamal Pasha (2002: 109) menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area. Walaupun hak-hak dasar tersebut telah diformalkan dalam hukum positif tetapi terbukti dalam praktek banyak menghadapi tantangan, seperti egoisme sang penguasa yang akhirnya meletakan hak-hak dasar sesuai dengan kepentingannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa mengartikan HAM sebagai hak-hak yang melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Dari pengertian tersebut, maka pada hakekatnya dalam HAM terkandung dua makna, yaitu.

a. HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, manusia tidak diperkenankan untuk mengganggu hak asasi orang lain.

b. Dengan dimilikinya HAM, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dapat terjamin keberadaannya.

Hak asasi manusia mempunyai beberapa karakteristik, di antaranya sebagai berikut.

a. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya.

b. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah adalah hak asasi semua semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.

c. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.

d. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan kepada pihak lain.

2. Hak dan Kewajiban Warga Negara

Adakah perbedaan antara hak asasi dengan hak warga negara? Tentu saja berbeda, hak asasi manusia sifatnya universal artinya hak tersebut dimiliki dan melekat dalam diri setiap manusia tanpa dibatasi oleh status ataukedudukan manusia sebagai warga negara, sedangkan hak warga negara merupakan hak yang dimiliki oleh anggota dari suatu negara. Dengan kata lain, kepemilikan hak warga negara dibatasi oleh status kewarganegaraan.

Misalnya, hak setiap warga negara untuk menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia adalah hak warga negara Indonesia sehingga tidak berlaku bagi setiap orang yang bukan warga negara Indonesia.

Bagaimana dengan kewajiban asasi? Apa yang membedakannya dengan kewajiban warga negara. Kewajiban asasi merupakan kewajiban dasar setiap orang. Dengan kata lain, kewajiban   asasi terlepas dari status kewarganegaraan yang dimiliki oleh orang tersebut. Sementara itu,kewajiban warga negara dibatasi oleh status kewarganegaran seseorang tetapi meskipun demikian konsep kewajiban warga negara memiliki cakupan yang lebih luas karena meliputi pula kewajiban asasi. Misalnya, di Indonesia menghormati hak hidup merupakan kewajiban setiap orang terlepas apakah ia warga negara Indonesia atau bukan. Adapun kewajiban bela negara hanya merupakan kewajiban warga negara Indonesia saja, sementara warga negara asing tidak dikenakan kewajiban tersebut.

Hak dan kewajiban warga negara merupakan dua hal yang saling berkaitan. Keduanya memiliki hubungan kausalitas atau hubungan sebab akibat. Seseorang mendapatkan haknya, dikarenakan dipenuhinya kewajiban yang dimilikinya. Misalnya, seorang pekerja mendapatkan upah setelah dia melaksanakan pekerjaan yang menjadi kewajibannya. Selain itu, hak yang didapatkan seseorang sebagai akibat dari kewajiban yang dipenuhi oleh orang lain. Misalnya, seorang pelajar mendapatkan ilmu pengetahuan pada mata pelajaran tertentu. Sebagai salah satu akibat dari dipenuhinya kewajiban oleh guru, yaitu melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

Hak dan kewajiban warga negara juga tidak dapat dipisahkan karena bagaimanapun dari kewajiban itulah muncul hak-hak dan sebaliknya. Akan tetapi, sering terjadi pertentangan karena hak dan  kewajiban tidak seimbang. Misalnya, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Hal ini disebabkan oleh banyak terjadi ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada maka akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan. 




Kalimat Transitif dan Intransitif

Kalian tentu ingat unsur-unsur yang membentuk sebuah kalimat, yaitu Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan(SPOK).  Ada kalimat yang hanya terdiri atas Subjek dan Predikat. Ada pula kalimat yang memerlukan Objek.

Kalimat transitif adalah kalimat yang memerlukan objek. Tanpa objek, kalimat transitif menjadi tidak lengkap dan salah. 

Kalimat intransitif adalah kalimat yang tidak memerlukan objek.


Fobia adalah ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderitanya.
Contoh fobia:
• Ofidiofobia: fobia terhadap ular
• Koulrofobia: fobia terhadap badut
• Arakhnofobia: fobia terhadap laba-laba
• Astrafobia: fobia terhadap guntur dan kilat


A. Kamus Cetak
1. Perhatikan kata-kata yang ada di dalam kamus cetak. Urutan kata-kata tersebut disusun sesuai abjad.
2. Perhatikan huruf pertama kata yang kalian cari. Bukalah kamus pada bagian huruf tersebut.
3. Jika kata tersebut kata berimbuhan, kenali kata dasarnya terlebih dahulu. Perhatikan huruf pertama kata dasar tersebut.
4. Kalian tidak perlu mengurutkan kata satu per satu, cukup perhatikan huruf kedua dan ketiga dari kata yang kalian cari.
5. Lihatlah huruf sebelum arti kata. Huruf itu menunjukkan kelas kata tersebut.

Pencarian Online KBBI, Klik Link : https://kbbi.kemdikbud.go.id




Homonim Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), homonim merupakan kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan.
Contoh: 
Bulan (kalender) dan bulan (satelit bumi) 
Bisa (mampu atau dapat) dan bisa (zat beracun) 
Hak (milik) dan hak (bagian sepatu) 
Genting (atap) dan genting (darurat)


Homofon Menurut KBBI, homofon merupakan kata yang sama lafalnya dengan kata lain, tetapi berbeda ejaan dan maknanya.
Contoh: 
Sangsi (bimbang) dan sanksi (hukuman) 
Tank (kendaraan perang) dan tang (alat perkakas) 
Bank (tempat menyimpan uang) dan bang (panggilan kakak) 
Massa (kumpulan banyak orang di satu tempat) dan masa (waktu)


Homograf Menurut KBBI, homograf merupakan kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya.
Contoh: 
Apel (upacara kecil) dan apel (buah) 
Teras (inti kayu) dan teras (halaman rumah) 
Per (pegas) dan per (tiap-tiap) 
Kecap (gerakan mulut) dan kecap (bumbu makanan)


Polisemi Menurut KBBI, polisemi merupakan kata atau frasa yang mempunyai banyak makna. 
Contoh: Daun: daun sirih, naik daun, dan daun telinga Mata: mata ikan, mata rantai, dan mata pencarian Anak: anak pertama, anak hilang, dan anak emas

Kalimat majemuk merupakan kalimat yang mempunyai dua pola kalimat atau lebih. Selain itu, kalimat ini juga memiliki penghubung yang bisa memperjelas kalimatnya. Jadi, kalimat majemuk yaitu kalimat yang mempunyai lebih dari satu subjek dan predikat.

 Nah, sekarang kita akan mengenal lebih jauh tentang kalimat majemuk beserta jenis dan contohnya.

 Ciri-ciri Kalimat Majemuk :

 - Terdiri dari dua klausa yang saling berkaitan dan menggunakan konjungsi maupun kata penghubung.

 - Penggabungan kalimat berikutnya akan menghasilkan arti dan kalimat baru.

- Kalimatnya terdiri dari subjek (S), predikat (P) dan lebih dari satu kalimat penjelas.

- Menggunakan kata penghubung yang sifatnya kesetaraan.

- Pola yang digunakan biasanya S-P+S-P.



Tidak ada komentar

Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.